Cari Blog Ini

Jumat, 24 Februari 2012

Peran Pendidikan Jasmani dalam Pembangunan Karakter


Peran Pendidikan Jasmani dalam Pembangunan Karakter

PENDAHULUAN

Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill.
Hal ini mengisyaratkan pentingnya meningkatkan mutu pendidikan karakter peserta didik. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan nasional yang berjalan di Indonesia sejak kemerdekaan sampai masa orde baru, serta sejak masa orde baru sampai saat ini, telah menghasilkan kemajuan yang amat berarti bagi bangsa Indonesia. Melalui pembangunan nasional yang dijalankan oleh pemerintah bersama-sama dengan rakyat telah dicapai berbagai keberhasilan. Pembangunan fisik berupa jalan raya, jembatan, gedung-gedung, dan bangunan fisik lain telah dilakukan di mana pada awal kemerdekaan kita memiliki jalan beraspal tidak lebih dari 1.000 Km, kini meningkat menjadi 8.725 Km di awal tahun 1980-an, dan sekarang bahkan sudah bertambah menjadi lebih dari 25.000 Km. Keadaan ini juga berlaku untuk jembatan, bangunan pasar, bangunan pertokoan, bangunan perkantoran, dan sebagainya. Namun kemajuan pembangunan secara fisik tersebut belum diikuti kemajuan pembangunan karakter sumber daya manusianya.
Menurut Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI) yang tercantum dalam “Human Development Report 2001” (2001), Indonesia hanya berhasil menempati peringkat 102 dari 162 negara. Dalam hal ini, peringkat Indonesia berada di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Filipina, dan Australia. Oleh karena HDI terbangun atas indikator ekonomi pendidikan, kesehatan, dan kependudukan, hal itu menunjukkan bahwa tingkat ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kependudukan manusia Indonesia masih berada di bawah kelima negara tersebut..

PENDIDIKAN

Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani berarti paedagogie yang berasal dari kata “paid” yang berarti anak dan “agogos” yang berarti membimbing. Dengan kata lain, paedagogie dapat diartikan sebagai seni mengajar anak atau dapat diartikan sebagai bimbingan yang diberikan pada anak; sedangkan orang yang membimbing disebut paedagoog. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan atau paedagogie diberi makna bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada orang lain yang belum dewasa agar menjadi dewasa (Rohman, 1979: 6).
Menurut kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, kata “pendidikan” berasal dari kata “didik”. Lalu kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, sehingga lebih terarah dan terencana. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan, dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajarkan kebudayaan melalui generasi.
Pendidikan merupakan upaya nyata untuk memfasilitasi individu lain, dalam mencapai kemandirian serta kematangan mentalnya sehingga dapat survive di dalam kompetisi kehidupannya. Pendidikan merupakan pengaruh bimbingan dan arahan dari orang dewasa kepada orang lain, untuk menuju kearah kedewasaan, kemandirian serta kematangan mentalnya. Selain itu, pendidikan merupakan aktivitas untuk melayani orang lain dalam mengeksplorasi segenap potensi dirinya, sehingga terjadi proses perkembangan kemanusiaannya agar mampu berkompetisi di dalam lingkup kehidupannya (Insan Cerdas dan Kompetitif). Menurut Noeng Muhadjir (1987: 1), untuk mencari makna pendidikan secara analitis perlu dicari cirri-ciri esensial aktifitas pendidikan, sehingga dapat dipilahkan dari aktivitas yang bukan pendidikan. Sebelum sampai pada kesimpulan tentang makna pendidikan, pertama perlu dicari unsur dasarnya, baru kemudian komponen pokoknya.
Aktivitas pendidikan tidak dapat berlangsung bila tidak ada dua unsur utama, yaitu yang memberi dan yang menerima. Kedua unsur tersebut belum memberi rona pendidikan, sehingga dipersyaratkan unsur ketiga, yaitu “tujuan baik” dari yang memberi bagi kepentingan yang menerima. Agar anak menjadi pandai, ahli, bertambah cerdas, berkepribadian luhur, serta toleran, diperlukan kemampuan membaca “tujuan baik” sebagai unsur ketiga dari pendidikan. Berkepribadian luhur menunjuk nilai yang berada di luar subyek. Berdasarkan pemahaman di diatas tujuan baik berfungsi sebagai alat mencapai tujuan lain dan sebagai nilai hidup.

PENDIDIKAN JASMANI

Pendidikan Jasmani sebagai komponen pendidikan secara keseluruhan telah disadari oleh banyak kalangan. Namun, dalam pelaksanaannya pengajaran pendidikan jasmani berjalan belum efektif seperti yang diharapkan. Pembelajaran pendidikan jasmani cenderung tradisional. Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, yaitu menyamakan pendidikan jasmani dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (physical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development).
Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya.
Walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogik. Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Sudah barang tentu proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila. Secara eksplisit istilah pendidikan jasmani dibedakan dengan olahraga. Dalam arti sempit olahraga diidentikkan sebagai gerak badan.
Olahraga ditilik dari asal katanya dari bahasa jawa olah yang berarti melatih diri dan rogo (raga) berarti badan. Secara luas olahraga dapat diartikan sebagai segala kegiatan atau usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan-kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia.
Menurut Baley (1974: 4), pendidikan jasmani merupakan suatu proses yang mana adaptasi dan pembelajaran tubuh (organik), syaraf dan otot, intelektual, sosial, emosional dan estetika dapat dicapai dan dilakukan melalui aktivitas fisik yang penuh semangat. Sedangkan menurut Hetherington, yang dikutip oleh Kroll (1982: 67), pendidikan jasmani adalah pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas jasmani, Peran Pendidikan Jasmani dalam Pembangunan Karakter bukan pendidikan dari jasmani. Dikatakan pula oleh Rijsdorp (1971: 30) bahwa aktivitas jasmani bermain merupakan bagian dari pendidikan jasmani, oleh sebab itu tujuan pendidikan juga merupakan tujuan bermain. Selanjutnya di katakan bahwa pendidikan jasmani bukanlah “education of the body” dan bukan problem jasmani, akan tetapi merupakan problem kemanusiaan.
Sedangkan olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/ pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani dan direncanakan secara sistematik dengan rtujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromoskuler, perseptual, kognitif, sosial dan emosional.
Tujuan pendidikan jasmani adalah mengembangkan kesegaran jasmani, keterampilan motorik, pengetahuan, sosial dan keindahan (Seaton, 1974: 1). Kesegaran jasmani menyangkut fisik, kesegaran organik dan kesegaran motorik. Fisik menyangkut proporsi tubuh, hubungan antar tulang, lemak, otot, tinggi dan berat badan. Sedangkan kesegaran organik meliputi efisinsi peralatan tubuh seperti jantung, paru, hati, ginjal dan sebagainya. Kelincahan, kekuatan, keseimbangan dan kelenturan berhubungan dengan kesegaran motorik seseorang. Drowatzky (1984: 16-17) merinci tujuan pendidikan jasmani sebagai berikut: (1) perkembangan individu, menyangkut efisiensi fisiologis dan keseimbangan fisik; (2) mengatasi lingkungan yang menekankan pada orientasi spisial dan manipulasi obyek; dan, (3) interaksi sosial yang meliputi: komunikasi, interaksi antar kelompok dan budaya.
Dalam Kurikulum Sekolah Dasar 2004 (2003: 4), disebutkan bahwa Pendidikan Jasmani mempunyai berbagai fungsi berdasarkan lima aspek berikut ini: Organik, Neuromuskuler, Perseptual, Kognitif, dan Sosial.
Aspek Organik: (1) Untuk menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan untuk
pengembangan keterampilan; (2) Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot; (3) Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama; (4) Meningkatkan daya tahan kardiofaskuler, kapasitas individu untuk melakukan aktivitas secara terus menerus dalam waktu relatif lama; dan, (5) Meningkatkan fleksibelitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.
Aspek Neuromuskuler; (1) Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot,; (2) Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti berjalan, berlari, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, menderap mencongklang, bergulir, menarik; (3) Mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti mengayun, melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung, membongkok; (4) Mengembangkan keterampilan dasar manipulatif, seperti memukul, menendang, menangkap, memberhentikan, melempar, mengubah arah, memantulkan, bergulir, memvoli; (5) Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan; (6) Mengembangkan keterampilan olahraga, seperti sepak bola, softball, bola voli, bola basket, baseball, kasti, rounders, atletik, tennis, tennis meja, beladiri dan lain sebagainya; dan, (7) Mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti menjelajah, mendaki, berkemah, berenang dan lainnnya.
Aspek Perseptual: (1) Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat; (2) Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat atau ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di depan, belakang, bawah, sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya; (3) Mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang melibatkan tangan, tubuh,. dan atau kaki; (4) Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis dan dinamis), yaitu kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis; (5) Mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan dan kiri dalam melempar atau menendang; dan, (6) Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu kemampuan membedakan antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh dan di antara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri.
Aspek Kognitif: (1) Mengembangkan kemampuan menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan dan mengambil keputusan; (2) Meningkatkan pengetahuan tentang peraturan permainan, keselamatan, dan etika; (3) Mengembangkan kemampuan penggunaan taktik dan strategi dalam aktivitas yang terorganisasi; (4) Meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani; dan, (5) Menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya.
Aspek Sosial: (1) Menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan di mana seseorang berada; (2) Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam kelompok; (3) Belajar berkomunikasi dengan orang lain; (4) Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide dalam kelompok; dan, (5) Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota.

PEMBANGUNAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Menurut Jim lfe (1997), pembangunan masyarakat merupakan upaya membantu masyarakat agar memiliki kemampuan mengidentifikasi kebutuhannya dan memanfaatkan sumber daya yang ada serta memberdayakan masyarakat secara keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sasaran pokok pembangunan, meliputi sasaran individu, kelompok dan lingkungan sosial. Pada sasaran individu, terutama diarahkan pada peningkatan pengetahuan, menanamkan sikap dan nilai serta peningkatan ketrampilan untuk memperoleh pendapatan, pada sasaran kelompok diarahkan agar memiliki kemampuan berorganisasi, berdiskusi bermusyawarah untuk memecahkan maslah serta kehidupan kelompok yang dinamis. Sedangkan sasaran lingkungan sosial diarahkan agar tercipta iklim yang kondusif bagi terjadinya proses pembangunan dan pengembangan partisipasi masyarakat.
Berdasarkan analisa quiddtatif (filosofis), manusia jelas berbeda secara hakiki dengan faktor-faktor pembangunan lainnya. Perbedaan yang dimaksud terletak pada eksistensi manusia itu sendiri selaku mahluk sadar diri, sadar tujuan dan sadar lingkungannya. Kesadaran ini merupakan modal , dalam pemikiran, perencanaan, dan , pengembangan pembangunan nasional Tanpa adanya modal kemampuan dan kepribadian yang tangguh dari para pemikir dan perencana pengembangan pembangunan nasional, dapat dibayangkan bagaimana jadinya gerakan pembangunan nasional yang berlangsung.
Menurut Margono Slamet, keberhasilan pembangunan masyarakat memerlukan persyaratan, antara lain: (1) kemampuan masyarakat untuk menganalisis situasi guna merumuskan kebutuhan dan masalah yang dihadapi serta mengidentifikasi potensi yang ada untuk dikembangkan ; (2) kemampuan untuk mencetuskan ide/gagasan prakarsa pembanguan; (3) tersedia dan dikuasainya teknologi; (4) dimilikinya modal (termasuk sarana dan prasarana), dimilikinya keahlian dan ketrampilan mengelola pembangunan; dan, (5) kepemimpinan yang mampu mengarahkan dan menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan.

PERAN PENDIDIKAN JASMANI DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter merupakan sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen pemangku (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokkan dalam: (1) Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development); (2) Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development); dan, (3) Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Membangun karakter peserta didik dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.
Pendidikan Jasmani merupakan bagian integrasi dari sistem pendidikan nasional, untuk itu harus mampu tampil menyiapkan manusia yang berkualitas, sehat dan bugar sebagi kader-kader pembangunan nasional. Menurut Aip Syarifuddin (1992: 8-14), pendidikan jasmani dapat berperan, antara lain: (1) pembentukan tubuh—dengan melakukan pendidikan jasmani yang teratur, maka organ tubuh pun akan bekerja sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya, hal ini akan berpengaruh terhadap kesehatan baik jasmani maupun rohani; (2) pembentukan prestasi—dengan ditanamkannya pembentukan prestasi diharapkan dapat mengembangkannya serta dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi baik bagi dirinya sendiri maupun bagi kelompok dilingkungannya; (3) pembentukan sosial—melalui pendidikan jasmani anak akan mendapatkan bimbingan pergaulan hidup yang sesuai dengan norma dan ketentuan dengan unsur-unsur sosial; (4) keseimbangan mental, di mana pemupukan terhadap kestabilan emosi anak akan diperoleh secara efektif melalui pengalaman langsung dalam dunia kenyataan, karena mereka terjun langsung di lapangan dalam suasana yang penuh rangsangan; (5) meningkatkan kecepatan proses berpikir di mana dalam pendidikan jasmani anak dituntut untuk memiliki daya
sensitifitas yang tinggi terhadap situasi yang dihadapinya. Mereka dituntut untuk memiliki kecepatan dalam proses berpikir dan kemampuan pengambilan keputusan dengan cepat dan tepat agar tidak tertinggal dengan lawannya; (6) pembentukan kepribadian anak di mana pendidikan jasmani berperan sebagai sarana untuk membentuk dan mengembangkan sifat-sifat kepribadian anak secara positif.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kaderkader bangsa yang akan memegang tampuk pimpinan baik sebagai pemikir, pengelola dan perencana akan mampu menjalankan tugas dan fungsinya apabila didukung dengan kondisi badan sehat dan prima. Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan dalam membangun karakter suatu bangsa dengan cara penggemblengan pada manusianya sebagai pelaku pembangunan melalui mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan yang diberikan di sekolah dalam kurun waktu 12 tahun, yaitu sejak di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Hal ini merupakan modal dasar yang kokoh untuk menciptakan kader-kader bangsa yang tangguh seperti dalam semboyan “Mens sana en corpore sano” yang artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.

PENUTUP

Dalam pembangunan karakter individu, pendidikan jasmani mempunyai peran yang sangat penting terutama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan dengan berbagai aktivitas jasmani, sehingga diperoleh kesehatan dan kebugaran tubuh. Melalui pendidikan jasmani, baik aspek fisik (kualitas fisik) maupun aspek nonfisik (kualitas non-fisik) yang menyangkut kemampuan kerja, berfikir dan keterampilan dapat teratasi. Oleh sebab itu, keduanya harus saling terkait dan mendukung, sehingga peningkatan kualitas sumber daya manusia yang tangguh dapat tercapai.

DAFTAR RUJUKAN

Seaton, D.O. et.al. (1974). Physical Education Hand Book. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall Inc.
Rohman,N. (1979). Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdikbud.
Rijdorp, K. (1971). Gymnologye. Utrecht, Antwerpen: Het Spectrum N.V.
Noeng Muhadjir. (1987). Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Kroll. W.P. (1982). Graduate Study and Reseach in Physical Education. Champaign IIIionis: Human Kinetics Publisher. 27 28
Aip Syarifuddin dan Muhadi. (1992). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud.
Baley, J.A. and Field, D.A. (1976). Pysical Education and Physical Educator. Boston: Allyn and Bacon Inc.
Dei Supriadi. (1993). “Pendidikan Untuk Anak Miskin”. Suara Karya, 19N Juni.
Drowazky, J.V.et.al. (1984). Physical Education Career Oerspectives and Profesional
Foundations. Englewood Cliff, N.J. : Prentice Hall Inc.
Depdikbud, (1995). Kurikulum Sekolah Menegah Umum GBPP Mata Pelajaran
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Kelas I, II, II. Jakarta: Proyek Sekolah Menengah Umum DIY.
Jim Ife. (1997). Community Development: Creating Community Alternatives-Vision, Analysis and Practice. South

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Best Buy Printable Coupons