Cari Blog Ini

Jumat, 17 Februari 2012

MEMBANGUN KARAKTER SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BATIK DI SEKOLAH


MEMBANGUN KARAKTER SISWA
MELALUI
PEMBELAJARAN BATIK DI SEKOLAH

A.      Pendahuluan
Berangkat dari rasa keprihatinan atas kondisi bangsa kita dengan maraknya peristiwa-peristiwa yang mendera saat ini, antara lain tingginya tingkat kriminalitas, tingginya kasus korupsi, dan penegakan hukum yang sepertinya masih jauh dari harapan nilai keadilan. Ditambah pula   berkembangnya acara-acara  tayangan di media cetak maupun noncetak (jaringan maya, televisi, dll) yang memuat fenomena dan kasus perseteruan dalam berbagai kalangan misal: tawuran antar remaja, antar sekolah, t antar warga,  pornografi dan pornoaksi, dan lain-lain. Kejadian tersebut memberi kesan seakan-akan bangsa kita sedang mengalami krisis etika dan krisis kepercayaan diri yang berkepanjangan. Berdasarkan kenyataan tersebut, pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar argumen adanya kebutuhan nyata dan mendesak, dan dapat dilaksanakan antara lain elalaui pembelajaran batik di sekolah.
Tantangan globalisasi dan proses demokrasi yang semakin kuat dan beragam disatu pihak, dan dunia persekolahan sepertinya lebih mementingkan penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan pendidikan nilai/moral saat ini, merupakan alasan yang kuat bagi Indonesia untuk membangkitkan komitmen dan melakukan pendidikan karakter. Pendidikan karakter bangsa diharapkan mampu menjadi alternatif solusi berbagai persoalan tersebut. Kondisi dan situasi saat ini tampaknya menuntut pendidikan karakter yang perlu ditransformasikan sejak dini, yakni sejak pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi secara holistik dan sinambung.
Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter, secara imperatif tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3. UU tersebut dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Jika dicermati sebagian besar potensi peserta didik yg ingin dikembangkan sangat terkait erat dengan karakter.
Pembelajaran batik di sekolah  merupakan pelaksanaan pendidikan seni. Pendidikan seni merupakan bagian dari rumpun pendidikan nilai. Dalam konteks kebangsaan, pendidikan nilai erat kaitannya dengan pembentukan dan pengembangan watak bangsa. Pendidikan nilai adalah suatu proses budaya yang selalu berusaha meningkatkan harkat dan martabat manusia, membantu manusia berkembang dalam dimensi intelektual, moral, spiritual, dan estetika yang memuat nilai-nilai (Jazuli, 2008: 26). Kesadaran dan komitmen untuk memanfaatkan seni dalam program pendidikan di sekolah formal karena pendidikan seni memiliki karakteristik yang unik, bermakna, dan bermanfaat terhadap pertumbuhan dan perkembangan  kepribadian peserta didik. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana membangun karakter peserta didik melalui pembelajaran batik di sekolah? Kegiatan-kegiatan apa saja yang menunjang pembelajaran batik dapat diselenggarakan di sekolah untuk mengembangkan karakter siswa?
B.       Pembahasan
Pendidikan karakter merupakan investasi nilai kultural yang membangun watak, moralitas dan kepribadian masyarakat yang dilakukan dalam waktu panjang, kontinyu, intens, konstan dan konisten. Dengan demikian pendidikan karakter memberikan kepada siswa ilmu, pengetahuan, praktik-praktik budaya perilaku yang berorientasi pada nilai-nilai ideal kehidupan, baik yang bersumber dari budaya lokal (kearifan lokal) maupun budaya luar (Indra, 2010: 27)
Ditinjau secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk , memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan  dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Karena itu muatan pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral reasoning, moral feeling, dan moral behaviour (Lickona:1992). Pendidikan karakter dinilai berhasil apabila peserta didik menunjukkan kebiasaan berperilaku baik. Perilaku baik akan muncul dan berkembang pada diri peserta didik apabila memiliki sikap positif terhadap konsep karakter yang baik dan terbiasa melakukannya.  Oleh karena itu pendidikan karakter perlu  dikemas  dalam wadah yang  komprehensif dan  bermakna. Pendidikan karakter perlu diformulasikan dan dioperasionalkan melalui   transformasi budaya dan kehidupan sekolah.
Pendidikan karakter mempunyai misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral. Secara konseptual kata etika dan moral mempunyai makna yang serupa yaitu sama-sama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Namun penerapannya etika lebih pada tataran  teoritis filosofis sebagai acuan untuk mengkaji sistem nilai, dan  moral lebih pada tataran praktis sebagai tolok ukur untuk menilai perbuatan seseorang. Sedangkan karakter lebih menekankan pada aplikasi nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari dan tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi pendidikan karakter menanamkan kebiasan (habitution) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.  Sejalan dengan hal tersebut di atas Doni berpendapat bahwa pendidikan karakter di sekolah mengacu pada proses penanaman nilai, berupa pemahaman-pemahaman , tata cara merawat dan menghidupi nilai-nilai itu, serta bagamana seorang siswa memiliki kesempatan untuk dapat melatihkan nilai-nilai tersebut secara nyata.( Doni, 2007: 193). Ditinjau dari makna pendidikan karakter, Darmiyati (2009,10) berpendapat sesugguhnyalah pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pada pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi faham (domain kognitif)  tentang mana yang baik  dan salah, mampu merasakan ( domain afektif) nilai baik dan biasa melakukannya (domain perilaku). Dengan demikian pendidikan karakter harus ditanamkan melalui cara-cara yang rasional, logis, dan demokratis.
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia, diyakini bahwa nilai dan karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan pendidikan nasional, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi tantangan hidup pada saat ini dan di masa mendatang akan datang. Karena itu pengembangan nilai yang bermuara pada pembentukan karakter bangsa yang diperoleh melalui berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, akan mendorong mereka menjadi anggota masyarakat, anak bangsa, dan warga negara yang memiliki kepribadian unggul seperti diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Sampai saat ini, secara kurikuler telah dilakukan berbagai upaya untuk menjadikan pendidikan lebih mempunyai makna bagi individu yang tidak sekadar memberi pengetahuan pada tataran koginitif, tetapi juga menyentuh tataran afektif dan konatif melalui berbagai mata pelajaran.
Dalam Permendiknas N0.23/2006 tentang Standar kompetensi lulusan secara formal sudah digariskan untuk masing-masing jenis atau satuan pendidikan sejumlah rumusan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Jika dicermati secara mendalam, sesungguhnya hampir pada setiap rumusan SKL tersebut implisit atau eksplisit termuat substansi nilai/karakter.(BSNP, 2006). Berikut ini substansi nilai/karakter yang ada pada setiap SKL tersebut. antara lain: iman dan taqwa, jujur, disiplin, terbuka, nasionalistik, bernalar, kreatif, peduli, tanggung jawab, bersih, santun, gotong royong, gigih, bervisi, dan adil. (Tim Pendidikan Karakter)
Pembelajaran batik sebagai pelaksanaan pendidikan seni di sekolah diberikan karena keunikan, kebermaknaan dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi. melalui pendekatan : “ belajar dengan seni”, “belajar melalui seni”, dan “ belajar tentang seni.” Peran ini tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain. Pengalaman estetik yang diberikan pada pendidikan seni pada prinsipnya berfungsi melatih dan mengembangkan kepekaan rasa. Dengan kepekaan rasa yang tinggi mental seseorang cenderung mudah diisi dengan nilai-nilai hidup dan kehidupan, seperti nilai religius, nilai moral, nilai budi pekerti dan nilai kehidupan lainnya.
Pendidikan seni salah satu pelaksanaannya melalui pembelajaran batik di sekolah, aktivitas pembelajaran harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Pembelajaran batik di sekolah merupakan bagian dari pelaksanaan mata pelajaran Seni Budaya/Seni Rupa bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut .
1.      Memahami konsep dan pentingnya seni budaya.
2.      Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya
3.      Menampilkan kreativitas melalui seni budaya
4.      Meningkatkan peran serta seni budaya pada tingkat lokal, regional, maupun global.
5.      Mengolah dan mengembangkan rasa humanistik.(BSNP, 2006)
         Pembelajaran batik merupakan pelaksanaan  pendidikan seni  menurut PP 19 tahun 2005 diformulasikan dalam  Kelompok Mata Pelajaran Estetika merupakan kolompok mata pelajaran  yang tergolong unik karena melekatnya "pengalaman estetik" pada diri seseorang. Pengalaman estetik merupakan sesuatu yang esensial. Menurut Linderman (1977), pengalaman estetik mencakup pengalaman-pengalaman perseptual, kultural, dan artistik. Pengalaman perseptual dikembangkan melalui kegiatan kreatif, imajinatif, dan intelektual. Pengalaman kultural melalui kegiatan pemahaman terhadap hasil warisan budaya lama dan baru, sedangkan  pengalaman artistik melalui kegiatan kreatif dan apresiatif.    Dengan demikian pengalaman estetik memberi peluang untuk  memahami dunia dari sudut pandangan yang berbeda dengan aspek pengetahuan.  Cara memahami dunia yang ditawarkan oleh seni bersifat intuitif, tak terduga, dan kreatif, serta dikomunikasikan dalam bahasa warna, bunyi, gerak, atau isyarat yang simbolis.
Kelompok Mata Pelajaran Estetika dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan dari  Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas atau yang sederajat dengan nama mata pelajaran Seni Budaya untuk SMP dan SMA atau sederajat, sedang pada tingkat SD nama mata pelajarannya Seni Budaya dan Ketrampilan. Sedangkan Standar Kompetensinya disebutkan dalam PP 19 tahun 2005 kelompok mata pelajaran Estetika   sebagai berikut: membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan (BSNP, 2006). Dengan demikian cakupan kelompok mata pelajaran Estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengapresiasi dan kemampuan mengekspresikan keindahan dan harmoni. Kemampuan tersebut  mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga menciptakan kebersamaan yang harmonis.
Pembelajaran batik di sekolah termasuk pada mata pelajaran Seni Budaya pada bidang seni rupa. Seperti diketahui batik adalah warisan budaya Indonesia yang adiluhung sehingga  perlu dilestarikan keberadaanya di sepanjang zaman. Motif-motifnya , warnanya mengandung filosofi yang dalam, sangat penting menjadi ilmu pengetahuan yang harus diajarkan pada siswa di sekolah  sebagai upaya pelestarian batik melalui pendidikan . Di samping hal tersebut di atas, pengetahuan tentang batik, proses pembuatan batik sampai dengan menjadi karya batik merupakan pengintegrasian dengan pengembangan karakter siswa  Dengan demikian adanya pembelajaran batik di sekolah  merupakan sarana pengembangan karakter siswa.
Pengembangan karakter melalui  pembelajaran membatik di sekolah,  secara prinsip dapat dilaksanakan terintegrasi dengan mata pelajaran Seni Budaya/Seni Rupa dengan memasukan pengembangan karakter pada pokok bahasan yang akan diajarkan dalam silabus dan RPP. Oleh karena itu guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, silabus dan RPP) yang sudah ada.  Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran batik merupakan  pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar siswa mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini siswa belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong siswa untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Substansi nilai/karakter yang ada pada setiap SKL antara lain seperti yang disebutkan di atas  yaitu: iman dan taqwa, jujur, disiplin, terbuka,nasionalistik, bernalar, kreatif, peduli, tanggung jawab, bersih, santun, gotong royong, gigih, bervisi, dan adil. Pelaksanaannya pada pembelajaran membatik di integrasikan dalam pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berapresiasi dan berkreasi. Dengan demikian membangun karakter siswa dengan pembelajaran membatik dapat dilaksanakan melalui  proses pembelajaran, yaitu peserta didik belajar aktif dan berpusat pada anak. Dapat pula dilakukan melalui berbagai kegiatan di  sekolah. Kegiatan tersebut direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke Kalender Akademik. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah antara lain: lomba membatik dengan motif tertentu antar kelas, pagelaran seni memperingati hari-hari tertentu semua memakai baju batik, lomba lukis motif batik antar kelas dengan tema budaya setempat, pameran hasil karya seni batik siswa bertema budaya dan karakter bangsa, pameran foto hasil karya foto batik  bertema budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai nara sumber, budayawan, tokoh-tokoh seni batik untuk berceramah atau berdiskusi yang berhubungan dengan nilai-nilai karakter. Melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan batik  dan pembangunan nilai karakter.
Pengembangan proses pembelajaran batik dalam hal ini mata pelajaran Seni budaya dalam rangka membangun  karakter siswa  dapat  melalui  kegiatan di kelas dengan dirancang terlebih dahulu. Kegiatan pembelajarannya tentunya meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor seperti pelajaran yang lain. Kemudian diintegrasikan  dengan nillai karakter yang akan dikembangkan. Pendidikan estetik/pembelajaran batik yaitu  pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi. Integrasi yang bisa dikembangkan misal: dalam hal apresiasi, dengan belajar sejarah batik, teori pembuatan batik, pengetahuan tentang motif-motif batik , dan lain-lain. Pengembangan  nilai-nilai yang dapat dikembangkan antara lain: Iman dan Taqwa dengan mengagumi kebesaran sang Pencipta yang sangat indah segala ciptaannya, semangat kebangsaan, cinta tanah air, penghargaan terhadap hasil budaya nasional, dan sebagainya. Sedangkan pada kegiatan ekspresi/kreasi dapat dikembangkan nilai-nilai antara lain:  jujur, mandiri, kreatif dan bertanggung jawab mengerjakan sendiri tugas yang diberikan guru, menjaga kebersihan pada waktu mengerjakan karya, disiplin dengan menyelesaikan tugas  pembuatan karya tepat pada waktu yang ditentukan, kerja keras dengan selalu berusaha membuat karya batik yang terbaik, kerjasama dan toleransi dengan teman kelompoknya apabila ada tugas yang harus diselesaikan secara kelompok.
Pengintegrasian nilai-nilai dan karakter pada pendidikan seni dapat pula dilakukan dengan mencantumkan dalam silabus mata pelajaran Seni  Budaya. Cara yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
1.    Menentukan kandungan nilai-nilai  karakter dengan mengkaji lebih dahulu  Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Seni Budaya.
2.    Mencamtumkan kandungan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dengan melihat keterkaitan SK/KD dengan indikator pada kolom terakhir pada silabus.
3.    Mencantumkan nilai-nilai karakter yang sudah tercantum dalam silabus ke RPP.

C.  Simpulan dan Rekomendasi

Berbagai tindak kejahatan dan tindakan tidak bermoral terutama dilakukan oleh anak dan remaja yang marak terjadi di negara kita ini, mengindikasikan perlunya pendidikan karakter untuk membentuk generasi ang berkualitas. Sampai saat ini, secara kurikuler telah dilakukan berbagai upaya untuk menjadikan pendidikan lebih mempunyai makna bagi individu yang tidak sekadar memberi pengetahuan pada tataran koginitif, tetapi juga menyentuh tataran afektif dan konatif melalui berbagai mata pelajaran. Melalui pembelajaran batik di sekolah,  dikembangkan  karakter siswa menjadi insan yang berkualitas.       
Pembelajaran batik merupakan pelaksanaan pendidikan seni di sekolah diberikan karena keunikan, kebermaknaan dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi. Pengalaman estetik yang diberikan pada pembelajaran batik pada prinsipnya berfungsi melatih dan mengembangkan kepekaan rasa . Dengan kepekaan rasa yang tinggi mental seseorang cenderung mudah diisi dengan nilai-nilai hidup dan kehidupan, seperti nilai religius, nilai moral, nilai budi pekerti ( melatih disiplin, teliti, sabar, bersih, dll). Pelaksanaannya melalui proses pembelajaran yaitu peserta didik belajar aktif dan berpusat pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan bekaitan dengan pembelajaran batik yang direncanakan sejak awal  sekolah dan dimasukan ke Kalender Akademik. Sedangkan pengembangan karakter yang terintegrasi dengan pembelajaran batik dilakukan dengan memasukan pengembangan karakter pada setiap pokok bahasan yang akan diajarkan dalam silabus dan RPP.
      Sebagai rekomendasi dari  tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.      Dinas Pendidikan hendaknya mengadakan penyegaran tentang metode pembelajaran membatik bagi guru-guru pengampu mata pelajaran seni rupa  yang dikaitkan dengan pendidikan karakter
2.      Kepala sekolah hendaknya mendorong dan memfasilitasi  guru pengampu mata pelajaran seni rupa untuk menerapkan pendidikan karakter melalui pembelajaran batik di laksanakan di sekolah.


  1. Daftar Pustaka
BSNP. (2006). Standar nasional pendidikan. Jakarta: BSNP
BSNP. (2006). Standar kompetensi lulusan.. Jakarta: BSNP.
Darmiyati Zuchdi. (2009). Pendidikan karakter grand design dan nilai-nilai target. Yogyakarta: UNY Press.
Doni Koesoema, A. (2010). Pendidikan karakter. Jakarta: Grasindo.
Jazuli. (2008). Paradigma kontekstual pendidikan seni. Surabaya:Unesa University Press.
Lickona, T. (1992). Educating for character, how our schools can teach respect. Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.
Linderman, Earl. (1977). Art & crafts for the classroom.USA:Macmillan Publishing Company.
Tim Pendidikan Karakter, (2010). Grand design pendidikan karakter. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional
      Tranggono, Indra.(26 April 2010), Pendidikan Karakter. Kedaulatan Rakyat, Hal 27.

0 comments:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Best Buy Printable Coupons